Secara umum pengajian Kitab di
pesantren menerapkan dua sistem;
1.
Sorogan adalah metode pembelajaran siswa/ santri aktif di hadapan
seorang guru, dengan cara peserta didik/ santri membacakan materi ajar untuk
mendapatkan koreksi dan tashih
Istilah
sorogan digunakan untuk sorogan Al-Qur’an dan sorogan Kitab Kuning.
Di
hadapan seorang guru (biasa disebut Penyorog), seorang peserta didik (santri)
membaca kitab kuning beserta maknanya – biasanya menggunakan bahasa Jawa –
dengan metode pemaknaan ala “utawi iku”. Sedangkan Penyorog menyimak bacaan,
mengingatkan kesalahan dan sesekali meluruskan cara bacaan yang benar.
Dengan
metode pemaknaan “utawi iku” semacam ini, terangkum empat sisi pelatihan
1.
Kebenaran harakat, baik harakat
mufradat (satu per satu kata) dan harakat terkait i’rab
2.
Kebenaran tarkib (posisi kata dalam
kalimat, mirip dengan S-P-O-K {Subyek Predikat – Obyek – Keterangan} dalam
struktur bahasa Indonesia)
3.
Kebenaran makna mufradat (kosakata)
4.
Kebenaran pemahaman dalam
masing-masing disiplin ilmu.
2.
Bandongan adalah metode pembelajaran guru aktif dengan cara guru
membacakan materi ajar untuk kemudian disimak dan dicatat oleh peserta didik/
santri.
Biasanya,
dalam sistem bandongan, santri juga membawa kitab kuning untuk kemudian ditulis
makna per kata sebagaimana dibacakan oleh guru/ Kiai.
Dalam
pengajian Al-Qur’an, sistem bandongan ini sama halnya dengan semaan Al-Qur’an.
Sumber : Lirboyo.Net