“Masa depan yang tergadai oleh harga bawang”
Oleh: Imam Basuni, S.Pd.I & Husni
Nilawati,S.Pd.Ing
Dalam menyongsong era globalisasi yang penuh persaingan pemerintah telah melakukan beberapa
hal diantaranya dengan mempersiapkan sumber daya manusia yang berkompetensi
sehingga dapat mengikuti arus globalisasi,
era globalisasi sering disebut juga persaingan mutu atau kualitas, siapa
yang berkualitas dialah yang bisa eksis. Lalu pertanyaanya manusia yang berkompetensi
itu yang seperti apa?
Charles (1994)
mengemukakan bahwa : competency as rational performance which satisfactorily meets the objective for
a desired condition ( kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk
mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan)
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat erat kaitannya dengan
pembentukan kompetensi seseorang,
karena dengan pendidikan seseorang itu
akan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, itulah fitrah kita
sebagai manusia dimana kita dilahirkan kedunia ini untuk selalu belajar seperti
yang sering kita dengar tuntutlah ilmu dari ayunan sampai liang lahat, hal ini
dapat kita tela’ah lebih dalam bahwa kodrat manusia itu sejak dalam
kandunganpun sudah mengenal pendidikan sampai akhir hayatnya, hal tersebut tak
lain agar manusia itu terlahir, tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang
baik, sehingga tercapailah masa depan yang cerah.
Hal tersebut kita sadari bahwa tidak
hanya dalam sebuah keluarga bahkan dalam bernegara pendidikan adalah hal yang
sangat dominan untuk dapat melahirkan insan cerdas, kreatif , terampil yang
pada akhirnya akan membawa kepada kesejahteraan tidak hanya pada dirinya
sendiri tetapi juga bagi negaranya. Dengan demikian ternyata dunia pendidikan itu sebuah dunia yang sangat luar
biasa pengaruhnya terhadap maju mundurnya suatu bangsa. Mari kita renungkan
sejenak, Negara kita adalah Negara yang kaya raya katanya, kita dapat rasakan
betapa melimpahnya sumber daya alam yang ada dinegara kita, sampai ada lagu
yang menyanyikan kalau tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi
tanaman, bisa kita bayangkan betapa suburnya Indonesia Negara kita tercinta
ini, Tapi………………..Mengapa Negara ini mengalami krisis yang berkepanjangan?
Mengapa kita menjadi Negara yang terkorup ke 3, debitor ke 6, kemiskinan yang
sudah mencapai 30% bahkan pengangguran yang mencapai 12 juta ? Pikiran rakyat
(26 juli 2006 ;12)
Apakah ini yang disebut tanah surga? Tentunya
kita tidak setuju, lalu apa yang salah dengan Negara kita ini ? Mengutip dari
Dr. E.Mulyasa M.Pd. dalam bukunya KTSP yang mengemukakan percepatan arus
informasi dalam Era globalisai dewasa ini menuntut semua bidang kehidupan untuk
menyesuaikan visi , misi, tujuan dan strateginya agar sesuai dengan kebutuhan,
tidak ketinggalan zaman. Penyesuain tersebut secara langsung mengubah tatanan
dalam system makro,meso,maupun mikro. Demikian halnya dalam system pendidikan.
Lalu pertanyaannya apa ada yang kurang pas dengan pendidikan kita selama ini ?
carut marutnya dunia pendidikan kita akan sangat berpengaruh terhadap maju
mundurnya suatu Negara. Dan hal yang sangat dominan dalam pendidikan adalah
kurikulum, karna kurikulum adalah jantungnya pendidikan yang seharusnya
dijadikan dasar dalam menyelenggarakan pendidikan. Tapi tidak sedikit para guru
yang masih belum memahami arti pentingnya kurikulum, mayoritas dari mereka
masih menggunakan pola mengajar dengan menggunakan buku sebagai acuan nya ,
padahal buku itu disusun melebihi target kurikulum, mereka cenderung memilih
menyampaikan materi tidak berdasar pada apa yang diminta oleh kurikulum tetapi
berdasar dari bab ke bab yang ada di buku tersebut, padahal kurikulum itu sudah
di desain sedemikian rupa oleh para ahli sesuai dengan tingkatan pembelajarannya. Wal hasil untuk menghadapi
ujian nasional banyak sekolah yang merasa was – was, takut kalau peserta
didiknya tidak lulus, yang mendorong mereka untuk melakukan sesuatu hal yang
dapat menolong peserta didiknya dapat lulus. Tersadari atau tidak mereka sudah
melakukan hal yang dapat berakibat fatal terhadap perkembangan psikologis anak,
kalau hal itu yang dialami oleh peserta didik bisa dibayangkan moral dan mental
yang akan terlahir.
Jadi mau tidak mau benar memang kalau guru itu
adalah pelajar sejati, kita jangan sampai memiliki perasaan bahwa apa yang kita ajarkan itu sudah pasti benar tanpa
mau mendengar atau mengikuti perkembangan yang ada di dunia pendidikan, terus
bersikukuh dengan apa yang biasa dia lakukan, sudah tidak siap untuk
mempelajari hal – hal yang baru sehingga acuh tak acuh dengan arti pentingnya sebuah kurikulum yang
senantiasa mengalami penyempurnaan dalam pendidikan , dengan adanya wacana
perubahan kurikulum dari KTSP ke kurikulum 2013, semakin menuntut guru untuk
senantiasa terbuka dengan kemajauan zaman, hal ini ditunjukkan dengan diintegrasikannya
pengetahuan technologi (TIK) kedalam semua mata pelajaran, jadi tidak hanya
guru TIK saja yang harus menguasai technologi bahkan seorang guru agama pun
diharapkan mampu memanfaatkan technologi dalam pelaksanaan pembelajaran,karena
dengan kemajuan zaman yang semakin pesat tidak menutup kemungkinan bahwa
seorang peserta didik jauh lebih banyak tahu daripada gurunya ya mungkin bisa
saja mereka mendapat banyak pengetahuan
karena mereka telah jauh menguasai technologi dibanding gurunya, hal ini hendaknya
menjadi cambuk bagi kita untuk terus belajar tanpa harus merasa malu atau
bahkan gengsi, semua itu semata upaya pemerintah untuk memperbaiki pendidikan
kedepan, mempersiapkan generasi yang tangguh dalam menghadapi perkembangan
zamannya, semoga hal ini akan membawa
secercah harapan baru yang dapat memperbaiki tidak hanya kinerja para guru
tetapi juga bagaimana para guru dapat memahami, menggunakannya dengan baik,
untuk menghadapi itu semua kita juga harus belajar , belajar dan belajar
kembali.
Selain
guru faktor lain yang mendukung suksesnya pendidikan yaitu tersedianya sarana
dan prasarana sekolah yang memadai, terbayang bagaimana susahnya untuk
konsentrasi menerima pelajaran kalau kelasnya kotor, panas, bangku- bangku yang
sudah mulai reot, papan tulis yang sudah memudar warnanya disana tertampang gambar – gambar pahlawan
yang kusam, daftar piket yang sudah tidak sedap dipandang. Media informasi yang
tiada batas seperti Internet sangat sulit mereka gunakan karna sekolah yang terletak jauh dipedesaan.
Menikmati pelajaran bahasa inggris pada
ketrampilan listening, di ruang laboratorium yang full AC, seolah hanya sekedar
mimpi, yang mereka dapatkan maksimal
dengan mendengarkan kaset melalui tipe recorder yang suaranya tidak jelas ,
bahkan mungkin guru itu sendiri yang membacakan scriptnya. Wahana informasi
yang terbatas dimana perpustakaan yang ada hanya berisi buku – buku paket yang
sudah mulai tak layakpakai karena banyak buku yang tersedia sudah tidak
bersampul lagi, bahkan ada yang sampai hilang lembaran isinya. Sedikit sekali
buku – buku yang memuat tentang informasi – informasi yang terkini, seperti
buku bacaan, majalah dan lainnya.
Ya
mungkin saja semua itu terkait dengan pembiayaan sekolah yang dirasa masih
kurang, sebenarnya pemerintah sudah mengambil langkah kongkrit dengan adanya
dana BOS untuk peserta didik, tapi kenyataan dilapangan masih mengalami
berbagai kendala apalagi untuk sekolah swasta sudah terjangkit virus persaingan
antar sekolah yang kurang sehat dengan memberikan sesuatu ( barang/Uang) dalam
perikrutan peserta didik baru yang tentunya ini memakan tidak sedikit anggaran
sekolah yang seharusnya dapat digunakan untuk memperbaiki fasilitas sekolah,
dan sekolah pun bukan tanpa alasan melakukan hal tersebut, mereka juga berada
diantara dua pilihan yang sulit di satu sisi mereka menyadari kalau hal
tersebut memang tidak bagus tapi disisi lain mereka juga harus memikirkan gurunya
yang sudah tersertifikasi tertuntut
minimal 24 jam mengajar, kalau mereka
kalah mendapatkan murid yang banyak maka ini berdampak pada jumlah rombel yang
akhirnya jumlah jam mengajar guru tak terpenuhi yang imbasnya mereka tidak
mendapat tunjangan profesinya. Sehingga sekolah melakukan berbagai hal untuk
mengatasi semua itu yang akhirnya fasilitas sekolah cukup sekedarnya saja.
Memang management pendidikan kita khususnya swasta untuk saat ini masih
berorientasi pada kuantitas belum mengarah pada kualitassnya. Semua itu memang
saling terkait dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya.
Tersedianya sarana dan
prasarana yang memadai pun belum tentu
menjadi jaminan pendidikan itu akan tercapai dengan baik, jika minat siswa
untuk belajar masih rendah. Sering kali kita dihadapkan pada anak – anak yang
mengalami berbagai persoalan baik itu dari faktor internal maupun eksternal. Begitu
banyak anak kita yang sudah harus
mengemban beratnya hidup sejak mereka masih dibangku sekolah, ada yang
mengalami broken home, sampai mereka harus rela membagi waktunya antara belajar
dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, diperparah oleh perekonomian
negara yang semakin kacau, jangankan untuk membeli masa depan mereka dengan layak
mereka terpaksa harus membeli harga bawang, cabe yang semakin meroket demi
untuk menyambung hidup, artinya berpendidikan yang layak, dengan segala
fasilitas yang memadai seolah hilang tertutup kebutuhan yang semakin menjepit
mereka. Belum lagi faktor eksternal dari lingkungan, pergaulan yang saat ini
sudah sangat mengkhawatirkan, anak - anak yang belum kuat menanggung beratnya
hidup yang mereka hadapi sering kali membuat mereka terjerumus ke dalam
pergaulan bebas, narkoba bahkan sampai ada yang melakukan prostitusi,dengan
dalih agar dapat menyesuaikan gaya hidup yang mewah tanpa menghiraukan masa
depan mereka.
Dengan
demikian sekolah menjadi bengkel yang tidak hanya tinggal memoles anak- anak
yang memang sudah mempunyai minat belajar tetapi juga harus siap mereparasi
anak anak dalam bentuk dan latar belakang yang berbeda – beda. Sekolah harus
mampu membimbing mereka dari keterpurukan kepada kemajuan, sekolah hendaknya
menjadi tempat yang dapat membantu meringankan beban peserta didiknya,
memecahkan permasalahan- permasalahan
yang mereka hadapi, bukan malah menghakimi mereka, mencerca dan
menganggap mereka anak – anak yang memang sudah tidak bisa di didik lagi.
Ternyata
masih ada segudang PR yang harus kita fikirkan dalam mewujudkan SDM yang
berkualitas, mampu bersaing dalam era global. Dr. E.Mulyasa,M.Pd. dalam bukunya
Standar kompetensi dan sertifikasi guru, mengemukakan: pendidikan tidak bisa hanya
terfokus pada kebutuhan material
jangka pendek ( seperti yang banyak dilakukan sekarang) tetapi harus menyentuh
dasar untuk memberikan watak pada visi dan misi pendidikan, yaitu perhatian
mendalam pada etika moral dan spiritual luhur.
Kualitas pendidikan dipengaruhi oleh penyampurnaan
sistematik terhadap seluruh komponen pendidikan seperti peningkatan kualitas
dan pemerataan penyebaran guru, kurikulum yang disempurnakan, sumber belajar
yang sesuai, sarana dan prasarana yang memadai, iklim pembelajaran yang
kondusif, serta didukung oleh kebijakan pemerintah, baik di pusat maupun
daerah.
Dari
semua itu gurulah yang menjadi komponen utamanya, karena guru lah yang terjun
langsung di kelas yang merasakan kondisi kelasnya, antusias siswanya, dan permasalahan
– permasalahan yang timbul selama proses pembelajaran berlangsung, sebagus
apapun upaya yang dilakukan untuk perbaikan meningkatkan kualitas pendidikan
tidak akan memberikan perubahan yang signifikan tanpa didukung guru yang profesional
dan berkualitas, artinya perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal dari
guru dan berujung pada guru pula.
Masa depan yang penuh
tantangan menuntut para guru untuk dapat mencetak generasi yang tidak hanya
pandai yang memahami ilmu pengetahuan tetapi hendaknya mampu membekali mereka
dengan segudang kreativitas, kecerdasan, ketrampilan dan yang lebih utama dari
semua itu adalah akhlak yang mulia, karena kepandaian, kecerdasan, ketrampilan
dan kreativitas yang tinggi tidak akan berarti apabila mereka tidak memiliki
akhlak yang baik justru yang terlahir adalah penerus yang memiliki sikap korup,
kolusi, nepotisme seperti yang sedang trend saat ini. Dan anak didik kita tidak
bisa hanya lewat mendengar dan memahami
apa itu akhlak mulia saja, mereka butuh
figur yang dapat dijadikan teladan, bagaimana anak –anak akan memiliki sikap
jujur kalau gurunya sering korupsi waktu, dengan datang terlambat, keluar kelas
belum saatnya bahkan meninggalkan kelas tanpa alasan. Anak – anak akan
senantiasa mewarisi budaya luhur bangsa ini seperti budaya saling
menghargai,menghormati segala perbedaan, budaya santun, ramah, jika mereka
masih menemukan sosok yang dapat diteladani. Memang keteladanan itu sangat
penting namun pada prakteknya sangat sulit, masih banyak diantara kita yang belum
bisa memberikan contoh perilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik.
Semoga program
sertifikasi guru dapat merlahirkan guru – guru yang profesional dan berakhlak
mulia yang bisa dijadikan figur teladan para peserta didiknya sehingga dari
situ akan terlahir pula generasi- generasi yang tangguh, kompetitif dan
berakhlak tentunya. Dalam situasi apapun kita harus berupaya untuk dapat meraih
masadepan yang gilang gemilang. Pendidikan harus terus mengalami mobilisasi
kearah yang lebih baik, senantiasa mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa,
sehingga masa depan dapat kita raih.
Bangkitlah, bangkitlah guruku//Kehadiranmu
tidak tergantikan
Biarlah dunia ini menjadi saksi:
Kau bukan guru negeri// Kau bukan guru
swasta
Kau adalah guru Bangsa!!!
(Prof.Dr.H.Winarno Surakhmad,M.Sc.,Ed)