1 Apr 2013

Masa depan yang tergadai oleh harga bawang



“Masa depan yang tergadai oleh harga bawang”
Oleh: Imam Basuni, S.Pd.I & Husni Nilawati,S.Pd.Ing

Dalam menyongsong era globalisasi yang penuh  persaingan pemerintah telah melakukan beberapa hal diantaranya dengan mempersiapkan sumber daya manusia yang berkompetensi sehingga dapat mengikuti arus globalisasi,  era globalisasi sering disebut juga persaingan mutu atau kualitas, siapa yang berkualitas dialah yang bisa eksis. Lalu pertanyaanya manusia yang berkompetensi itu yang seperti apa?
Charles (1994) mengemukakan bahwa : competency as rational performance  which satisfactorily meets the objective for a desired condition ( kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan)
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat erat kaitannya dengan pembentukan kompetensi  seseorang, karena  dengan pendidikan seseorang itu akan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, itulah fitrah kita sebagai manusia dimana kita dilahirkan kedunia ini untuk selalu belajar seperti yang sering kita dengar tuntutlah ilmu dari ayunan sampai liang lahat, hal ini dapat kita tela’ah lebih dalam bahwa kodrat manusia itu sejak dalam kandunganpun sudah mengenal pendidikan sampai akhir hayatnya, hal tersebut tak lain agar manusia itu terlahir, tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik, sehingga tercapailah masa depan yang cerah.
            Hal tersebut kita sadari bahwa tidak hanya dalam sebuah keluarga bahkan dalam bernegara pendidikan adalah hal yang sangat dominan untuk dapat melahirkan insan cerdas, kreatif , terampil yang pada akhirnya akan membawa kepada kesejahteraan tidak hanya pada dirinya sendiri tetapi juga bagi negaranya. Dengan demikian ternyata dunia pendidikan itu sebuah dunia yang sangat luar biasa pengaruhnya terhadap maju mundurnya suatu bangsa. Mari kita renungkan sejenak, Negara kita adalah Negara yang kaya raya katanya, kita dapat rasakan betapa melimpahnya sumber daya alam yang ada dinegara kita, sampai ada lagu yang menyanyikan kalau tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman, bisa kita bayangkan betapa suburnya Indonesia Negara kita tercinta ini, Tapi………………..Mengapa Negara ini mengalami krisis yang berkepanjangan? Mengapa kita menjadi Negara yang terkorup ke 3, debitor ke 6, kemiskinan yang sudah mencapai 30% bahkan pengangguran yang mencapai 12 juta ? Pikiran rakyat (26 juli 2006 ;12)
 Apakah ini yang disebut tanah surga? Tentunya kita tidak setuju, lalu apa yang salah dengan Negara kita ini ? Mengutip dari Dr. E.Mulyasa M.Pd. dalam bukunya KTSP yang mengemukakan percepatan arus informasi dalam Era globalisai dewasa ini menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi , misi, tujuan dan strateginya agar sesuai dengan kebutuhan, tidak ketinggalan zaman. Penyesuain tersebut secara langsung mengubah tatanan dalam system makro,meso,maupun mikro. Demikian halnya dalam system pendidikan. Lalu pertanyaannya apa ada yang kurang pas dengan pendidikan kita selama ini ? carut marutnya dunia pendidikan kita akan sangat berpengaruh terhadap maju mundurnya suatu Negara. Dan hal yang sangat dominan dalam pendidikan adalah kurikulum, karna kurikulum adalah jantungnya pendidikan yang seharusnya dijadikan dasar dalam menyelenggarakan pendidikan. Tapi tidak sedikit para guru yang masih belum memahami arti pentingnya kurikulum, mayoritas dari mereka masih menggunakan pola mengajar dengan menggunakan buku sebagai acuan nya , padahal buku itu disusun melebihi target kurikulum, mereka cenderung memilih menyampaikan materi tidak berdasar pada apa yang diminta oleh kurikulum tetapi berdasar dari bab ke bab yang ada di buku tersebut, padahal kurikulum itu sudah di desain sedemikian rupa oleh para ahli sesuai dengan tingkatan  pembelajarannya. Wal hasil untuk menghadapi ujian nasional banyak sekolah yang merasa was – was, takut kalau peserta didiknya tidak lulus, yang mendorong mereka untuk melakukan sesuatu hal yang dapat menolong peserta didiknya dapat lulus. Tersadari atau tidak mereka sudah melakukan hal yang dapat berakibat fatal terhadap perkembangan psikologis anak, kalau hal itu yang dialami oleh peserta didik bisa dibayangkan moral dan mental yang akan terlahir.
             Jadi mau tidak mau benar memang kalau guru itu adalah pelajar sejati, kita jangan sampai memiliki perasaan bahwa apa  yang kita ajarkan itu sudah pasti benar tanpa mau mendengar atau mengikuti perkembangan yang ada di dunia pendidikan, terus bersikukuh dengan apa yang biasa dia lakukan, sudah tidak siap untuk mempelajari hal – hal yang baru sehingga acuh tak acuh dengan  arti pentingnya sebuah kurikulum yang senantiasa mengalami penyempurnaan dalam pendidikan , dengan adanya wacana perubahan kurikulum dari KTSP ke kurikulum 2013, semakin menuntut guru untuk senantiasa terbuka dengan kemajauan zaman, hal ini ditunjukkan dengan diintegrasikannya pengetahuan technologi (TIK) kedalam semua mata pelajaran, jadi tidak hanya guru TIK saja yang harus menguasai technologi bahkan seorang guru agama pun diharapkan mampu memanfaatkan technologi dalam pelaksanaan pembelajaran,karena dengan kemajuan zaman yang semakin pesat tidak menutup kemungkinan bahwa seorang peserta didik jauh lebih banyak tahu daripada gurunya ya mungkin bisa saja mereka mendapat banyak  pengetahuan karena mereka telah jauh menguasai technologi dibanding gurunya, hal ini hendaknya menjadi cambuk bagi kita untuk terus belajar tanpa harus merasa malu atau bahkan gengsi, semua itu semata upaya pemerintah untuk memperbaiki pendidikan kedepan, mempersiapkan generasi yang tangguh dalam menghadapi perkembangan zamannya,  semoga hal ini akan membawa secercah harapan baru yang dapat memperbaiki tidak hanya kinerja para guru tetapi juga bagaimana para guru dapat memahami, menggunakannya dengan baik, untuk menghadapi itu semua kita juga harus belajar , belajar dan belajar kembali.
            Selain guru faktor lain yang mendukung suksesnya pendidikan yaitu tersedianya sarana dan prasarana sekolah yang memadai, terbayang bagaimana susahnya untuk konsentrasi menerima pelajaran kalau kelasnya kotor, panas, bangku- bangku yang sudah mulai reot, papan tulis yang sudah memudar warnanya  disana tertampang gambar – gambar pahlawan yang kusam, daftar piket yang sudah tidak sedap dipandang. Media informasi yang tiada batas seperti Internet sangat sulit mereka gunakan karna  sekolah yang terletak jauh dipedesaan.
Menikmati pelajaran bahasa inggris pada ketrampilan listening, di ruang laboratorium yang full AC, seolah hanya sekedar  mimpi, yang mereka dapatkan maksimal dengan mendengarkan kaset melalui tipe recorder yang suaranya tidak jelas , bahkan mungkin guru itu sendiri yang membacakan scriptnya. Wahana informasi yang terbatas dimana perpustakaan yang ada hanya berisi buku – buku paket yang sudah mulai tak layakpakai karena banyak buku yang tersedia sudah tidak bersampul lagi, bahkan ada yang sampai hilang lembaran isinya. Sedikit sekali buku – buku yang memuat tentang informasi – informasi yang terkini, seperti buku bacaan, majalah dan lainnya.
            Ya mungkin saja semua itu terkait dengan pembiayaan sekolah yang dirasa masih kurang, sebenarnya pemerintah sudah mengambil langkah kongkrit dengan adanya dana BOS untuk peserta didik, tapi kenyataan dilapangan masih mengalami berbagai kendala apalagi untuk sekolah swasta sudah terjangkit virus persaingan antar sekolah yang kurang sehat dengan memberikan sesuatu ( barang/Uang) dalam perikrutan peserta didik baru yang tentunya ini memakan tidak sedikit anggaran sekolah yang seharusnya dapat digunakan untuk memperbaiki fasilitas sekolah, dan sekolah pun bukan tanpa alasan melakukan hal tersebut, mereka juga berada diantara dua pilihan yang sulit di satu sisi mereka menyadari kalau hal tersebut memang tidak bagus tapi disisi lain mereka juga harus memikirkan gurunya yang sudah tersertifikasi  tertuntut minimal  24 jam mengajar, kalau mereka kalah mendapatkan murid yang banyak maka ini berdampak pada jumlah rombel yang akhirnya jumlah jam mengajar guru tak terpenuhi yang imbasnya mereka tidak mendapat tunjangan profesinya. Sehingga sekolah melakukan berbagai hal untuk mengatasi semua itu yang akhirnya fasilitas sekolah cukup sekedarnya saja. Memang management pendidikan kita khususnya swasta untuk saat ini masih berorientasi pada kuantitas belum mengarah pada kualitassnya. Semua itu memang saling terkait dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya.
Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai pun  belum tentu menjadi jaminan pendidikan itu akan tercapai dengan baik, jika minat siswa untuk belajar masih rendah. Sering kali kita dihadapkan pada anak – anak yang mengalami berbagai persoalan baik itu dari faktor internal maupun eksternal. Begitu banyak  anak kita yang sudah harus mengemban beratnya hidup sejak mereka masih dibangku sekolah, ada yang mengalami broken home, sampai mereka harus rela membagi waktunya antara belajar dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, diperparah oleh perekonomian negara yang semakin kacau, jangankan untuk membeli masa depan mereka dengan layak mereka terpaksa harus membeli harga bawang, cabe yang semakin meroket demi untuk menyambung hidup, artinya berpendidikan yang layak, dengan segala fasilitas yang memadai seolah hilang tertutup kebutuhan yang semakin menjepit mereka. Belum lagi faktor eksternal dari lingkungan, pergaulan yang saat ini sudah sangat mengkhawatirkan, anak - anak yang belum kuat menanggung beratnya hidup yang mereka hadapi sering kali membuat mereka terjerumus ke dalam pergaulan bebas, narkoba bahkan sampai ada yang melakukan prostitusi,dengan dalih agar dapat menyesuaikan gaya hidup yang mewah tanpa menghiraukan   masa depan mereka.  
            Dengan demikian sekolah menjadi bengkel yang tidak hanya tinggal memoles anak- anak yang memang sudah mempunyai minat belajar tetapi juga harus siap mereparasi anak anak dalam bentuk dan latar belakang yang berbeda – beda. Sekolah harus mampu membimbing mereka dari keterpurukan kepada kemajuan, sekolah hendaknya menjadi tempat yang dapat membantu meringankan beban peserta didiknya, memecahkan permasalahan- permasalahan  yang mereka hadapi, bukan malah menghakimi mereka, mencerca dan menganggap mereka anak – anak yang memang sudah tidak bisa di didik lagi.
            Ternyata masih ada segudang PR yang harus kita fikirkan dalam mewujudkan SDM yang berkualitas, mampu bersaing dalam era global. Dr. E.Mulyasa,M.Pd. dalam bukunya Standar kompetensi dan sertifikasi guru, mengemukakan: pendidikan tidak  bisa hanya  terfokus  pada kebutuhan material jangka pendek ( seperti yang banyak dilakukan sekarang) tetapi harus menyentuh dasar untuk memberikan watak pada visi dan misi pendidikan, yaitu perhatian mendalam pada etika moral dan spiritual luhur.
Kualitas pendidikan dipengaruhi oleh penyampurnaan sistematik terhadap seluruh komponen pendidikan seperti peningkatan kualitas dan pemerataan penyebaran guru, kurikulum yang disempurnakan, sumber belajar yang sesuai, sarana dan prasarana yang memadai, iklim pembelajaran yang kondusif, serta didukung oleh kebijakan pemerintah, baik di pusat maupun daerah.
            Dari semua itu gurulah yang menjadi komponen utamanya, karena guru lah yang terjun langsung di kelas yang merasakan kondisi kelasnya, antusias siswanya, dan permasalahan – permasalahan yang timbul selama proses pembelajaran berlangsung, sebagus apapun upaya yang dilakukan untuk perbaikan meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan perubahan yang signifikan tanpa didukung guru yang   profesional dan berkualitas, artinya perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal dari guru dan berujung pada guru pula.
Masa depan yang penuh tantangan menuntut para guru untuk dapat mencetak generasi yang tidak hanya pandai yang memahami ilmu pengetahuan tetapi hendaknya mampu membekali mereka dengan segudang kreativitas, kecerdasan, ketrampilan dan yang lebih utama dari semua itu adalah akhlak yang mulia, karena kepandaian, kecerdasan, ketrampilan dan kreativitas yang tinggi tidak akan berarti apabila mereka tidak memiliki akhlak yang baik justru yang terlahir adalah penerus yang memiliki sikap korup, kolusi, nepotisme seperti yang sedang trend saat ini. Dan anak didik kita tidak bisa hanya lewat  mendengar dan memahami apa itu  akhlak mulia saja, mereka butuh figur yang dapat dijadikan teladan, bagaimana anak –anak akan memiliki sikap jujur kalau gurunya sering korupsi waktu, dengan datang terlambat, keluar kelas belum saatnya bahkan meninggalkan kelas tanpa alasan. Anak – anak akan senantiasa mewarisi budaya luhur bangsa ini seperti budaya saling menghargai,menghormati segala perbedaan, budaya santun, ramah, jika mereka masih menemukan sosok yang dapat diteladani. Memang keteladanan itu sangat penting namun pada prakteknya sangat sulit, masih banyak diantara kita yang belum bisa memberikan contoh perilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik.
 Semoga  program sertifikasi guru dapat merlahirkan guru – guru yang profesional dan berakhlak mulia yang bisa dijadikan figur teladan para peserta didiknya sehingga dari situ akan terlahir pula generasi- generasi yang tangguh, kompetitif dan berakhlak tentunya. Dalam situasi apapun kita harus berupaya untuk dapat meraih masadepan yang gilang gemilang. Pendidikan harus terus mengalami mobilisasi kearah yang lebih baik, senantiasa mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa, sehingga  masa depan dapat kita raih.

Bangkitlah, bangkitlah guruku//Kehadiranmu tidak tergantikan
Biarlah dunia ini menjadi saksi:
Kau bukan guru negeri// Kau bukan guru swasta
Kau adalah guru Bangsa!!!
(Prof.Dr.H.Winarno Surakhmad,M.Sc.,Ed)