19 Feb 2017

Tafsir Al-Maidah Ayat 51 Menurut Para Syekh

Menurut Syekh Ibnu Ajibah

Syekh Ibnu Ajibah adalah pemuka Tarekat Syadziliyah di abad 18 M. ia cukup produktif dalam menulis karya. Ia menulis pelbaga disiplin keagamaan. Iqazhul Himam, salah satu karya Syekh Ibnu Ajibah, adalah syarah kitab Al-Hikam yang sering dibaca kalangan santri di Indonesia.

Syekh Ibnu Ajibah juga menulis tafsir Al-Quran yang akan kami kutip berikut ini terutama perihal Surat Al-Maidah ayat 51. Ia dikenal sebagai ulama yang sangat zuhud. Makamnya terletak di wilayah Gimmiche, sekira 30 km arah timur dari  Kota Tanger, Maroko.

يقول الحقّ جلّ جلاله :(يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا اليهود والنصارى أولياء) تنتصرون بهم ، أو تعاشرونهم معاشرة الأحباب ، أو تتوددون إليهم ، وأما معاملتهم من غير مودة فلا بأس ، ثم علل النهي عن موالاتهم فقال : هم (بعضهم أولياء بعض) أي : لأنهم متفقون على خلافكم ، يوالي بعضهم بعضًا لا تحادهم في الدين ، وإجماعهم على مضادتكم ، (ومن يتولهم منكم فإنه منهم) أي : من والاهم منكم فإنه من جملتهم

Artinya, “(Hai orang-orang beriman, jangan kalian jadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pelindung) kalian mencari pembelaan mereka, bergaul dengan mereka terlalu dekat, dan menaruh hati kepada mereka. Tetapi bergaul secara wajar dengan mereka tanpa berlebihan tidak masalah. Allah memberikan penjelasan kenapa bergaul terlalu dekat dengan mereka dilarang, karena mereka (sebagian mereka terhadap sebagian lainnya menjadi pelindung) mereka sepakat melawan kalian. Mereka saling membantu karena mereka satu keyakinan dalam agama, dan mereka sepakat melawan kalian. (Siapa di antara kalian menjadikan mereka sebagai pelindung, maka sesungguhnya ia termasuk dari mereka), ia termasuk jumlah sebagian besar mereka dan salah satu dari mereka.”


Redaksi (ta’bir) di atas dikutip dari Al-Bahrul Madid fi Tafsiril Quranil Majid, juz II, halaman 76 karya Syekh Ibnu Ajibah. Sufi besar ini mengingatkan kita untuk menjaga jarak dalam bergaul dengan kelompok lain. Tetapi Syekh Ibnu Ajibah mempersilakan umat Islam bergaul dengan wajar dengan mereka.

Pandangan ulama besar abad 18 M ini dapat memperkaya kita akan pemahaman terhadap Surat Al-MAidah ayat 51. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhayli

Syekh Wahbah Az-Zuhayli sudah tidak asing di kalangan santri mulai era 1980-1990an. Karya-karyanya terutama di bidang fikih dan ushul fikih mulai dipelajari para santri di era saat itu. Tidak sedikit buah pikirannya menjadi rujukan keagamaan teurtama di kedua bidang tersebut.

Di samping menulis banyak karya di bidang fikih dan ushul fikih, Syekh Wahbah Az-Zuhayli juga menulis tafsir. Kami mengutip tafsir karya Syekh Wahbah Az-Zuhayli berikut ini terkait Surat Al-Maidah ayat 51 yang belakangan kerap dibicarakan banyak orang di Indonesia.

يا أيها المؤمنون لا تتخذوا اليهود والنصارى أصدقاء تطلعونهم على أسراركم فإنهم أعداء لكم، بعضهم أنصار بعض تخوفا من قوتكم واتحادكم، ومن يتخذهم أنصارا فقد صار منهم لرضاه بموالاة أعداء الله. إن الله لا يوفق الظالمين لأنفسهم بموالاتهم أعداءه. نزلت في عبد الله بن أبي حينما قال: إني رجل أخاف الدوائر ولا أبرأ من ولاية اليهود، وأما عبادة بن الصامت فقد تبرأ من ولاية اليهود، وآوى إلى الله ورسوله فنزلت فيهما الآية

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jangan kalian menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai teman dekat yang Kalian perlihatkan rahasia kalian kepada mereka karena mereka adalah musuhmu. Sebagian mereka terhadap sebagian lain saling membantu karena khawatir kekuatan dan persatuanmu. Siapa saja di antara kalian yang menjadikan mereka sebagai penolong, maka ia bagian dari mereka karena ia merelakannya dengan menjadikan musuh Allah sebagai penolong. Allah tidak memberikan taufik kepada orang yang menganiaya diri sendiri dengan menjadikan musuh-Nya sebagai penolong. Ayat ini turun ketika Abdullah bin Ubay mengatakan, ‘Aku takut zaman berganti. Aku tidak melepaskan diri dari persahabatan dengan Yahudi.’ Sementara Ubadah bin Shamit menyatakan berlepas diri dari persahabatan dengan Yahudi dan berlindung kepada Allah dan Rasul-Nya. Lalu ayat ini turun perihal keduanya.”

Catatan ini kami kutip dari At-Tafsirul Wajiz ala Hamisyil Quranil Azhim, Darul Fikr, Damaskus, Suriah, halaman 117. Catatan tafsir di atas menegaskan ketergantungan dan kepasrahan orang beriman hanya kepada Allah dan rasul-Nya dalam situasi stabil maupun peralihan zaman.

Di samping menjelaskan Surat Al-Maidah ayat 51 dengan parafrase, Syekh Wahbah juga menyebutkan asbabun nuzul ayat ini di akhir ulasannya. Karya Syekh Wahbah ini dapat memperkaya pemahaman kita terhadap sebuah ayat Al-Quran. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

 

Menurut Ibnu Abbas

Ibnu Abbas termasuk sahabat yang dikenal dalam kepiawaiannya menafsir Al-Qur’an. Pujian dan sanjungan terhadapnya sudah sangat banyak dan melimpah. Ia adalah sahabat yang pernah didoakan Nabi SAW agar diberi kemampuan dalam memahami Al-Qur’an, hikmah, dan agama. Tak ayal bila Ibnu Umar mengatakan, “Ibnu Abbas adalah umat Nabi Muhammad SAW yang paling tahu tentang apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW (Al-Qur’an).”
Atas dasar itu pula, Husain Ad-Dzahabi dalam bukunya Tafsir wal Mufassirun memosisikan Ibnu Abbas RA sebagai mufassir senior dari kalangan sahabat.

Kendati dikenal sebagai ahli tafsir, Ibnu Abbas tidak seperti ahli tafsir belakangan yang menuliskan hasil pemahamannya terhadap Al-Qur’an. Ibnu Abbas hidup pada masa penulisan kitab belum menjadi tren utama. Mereka lebih banyak menyebarkan pengetahuannya lisan atau tradisi oral. Sebab itu, untuk menemukan penafsiran Ibnu Abbas kita harus merujuk kepada orang-orang yang pernah mendengar langsung dari beliau.

Di antara tokoh yang mencatat penafsiran Ibnu Abbas adalah Ali bin Abi Thalhah. Riwayat dari Ali bin Abu Thalhah ini disebut oleh Husain Adz-Dzahabi sebagai riwayat yang paling bagus (ajwadul thuruq ‘anhu). Terkait keberadaan catatan ini, Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Di Mesir ada kumpulan riwayat tafsir dari Ali bin Abi Thalhah, banyak orang ke sana untuk mencari kitab tersebut.” Saat ini, catatan Ali bin Abu Thalhah tersebut sudah dibukukan dan diberi nama Tafsir Ibnu ‘Abbas.

Mayoritas penafsiran Ibnu Abbas sudah disebutkan dalam kitab ini meskipun ia tidak menafsirkan Al-Qur’an secara utuh, rinci, lengkap, seperti kitab tafsir belakangan. Terkait surah Al-Maidah ayat 51, Ibnu Abbas tidak membicarakan ayat ini dalam konteks kepemimpinan atau pelarangan pemimpin non-Muslim, tetapi mendudukkan ayat ini dalam konteks penyembelihan dan ketidakbolehan mengikuti agama orang lain. Berikut kutipan tafsirnya:

يا أيها الذين أمنوا لاتتخذوا اليهود والنصرى أولياء بعضهم أولياء بعض ومن يتولهم منكم فإنه منهم..

قال: إنها في الذبائح، من دخل في دين قوم فهو منهم

Artinya: “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan Nasrani sebagai auliya’: Sebagian mereka adalah auliya’ bagi sebagian lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya’, maka sungguh orang itu termasuk golongan mereka...” Ibnu Abbas berkata, “(Ayat) Ini dalam masalah penyembelihan. Barangsiapa masuk ke dalam agama suatu kelompok, maka dia bagian dari mereka”

Ibnu Abbas tidak menafsirkan ayat ini secara panjang lebar. Ia hanya menyebut ayat ini terkait penyembelihan dan bagi siapa yang mengikuti agama lain, maka dia termasuk bagian dari mereka. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)


Menurut Imam at-Thabari

Perkembangan kajian tafsir tidak dapat dilepaskan dari nama at-Thabari. Beliau adalah seorang mufassir andal, senior, dan karyanya sampai saat ini masih dijadikan rujukan oleh banyak orang terkait penafsiran Al-Qur’an. Di antara karya monumental at-Thabari adalah  Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ayyil Qur’an.

Kitab ini berisi tafsir al-Qur’an 30 juz, sangat tebal dan berjilid-jilid, serta memuat banyak riwayat terkait konteks dan makna sebuah ayat. Dalam kitab ini, at-Thabari juga tidak lupa menjelaskan tafsir surat al-Maidah 51. Ia menjelaskannya panjang lebar dan mendiskusikan beberapa riwayat yang berkaitan dengan konteks penurunan ayat ini.

Setelah mengutip kisah perdebatan ‘Ubadah bin Shamit dan ‘Abdullah bin Ubay, kisah Abu Lubabah, dan kisah dua orang muslim yang pindah agama lantaran takut ditimpa kesusahan, at-Thabari mengatakan:

والصواب من القول في ذلك عندنا أن يقال: إن الله تعالى ذكره نهى المؤمنين جميعا أن يتخذوا اليهود والنصارى أنصارا وحلفاء على أهل الإيمان بالله ورسوله، وأخبر أنه من اتخذهم نصيرا وحليفا ووليا من دون الله ورسوله والمؤمنين فإنه منهم في التحزب على الله وعلى رسوله والمؤمنين، وأن الله ورسوله منه بريئان

“Pendapat yang benar menurut kami ialah bahwa Allah SWT melarang seluruh orang beriman menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai penolong, sekutu, dan teman koalisi (setia) yang dapat merugikan orang mukmin lainnya. Allah SWT mengabarkan bagi siapa pun  yang menjadikan mereka sebagai penolong, sekutu, dan teman setia, maka dia menjadi bagian dan berpihak pada mereka dalam hal melawan Allah SWT, Rasulullah SAW, dan orang mukmin. Dengan demikian, Allah dan Rasulullah tidak bertanggung jawab atas mereka.

Menurut at-Thabari, perbedaan ulama tentang asbabul nuzul surat al-maidah 51 ini tidak terlalu substansial dan kontradiktif: baik ditujukan untuk Ubadah bin Shamit dan ‘Abdullah bin Ubay, Abu Lubabah, atau  dua orang muslim yang pindah agama lantaran takut susah, intinya sama saja. Karena yang menjadi acuan dalam ayat ini adalah keumuman maknanya.

Sebenarnya ketiga kisah di atas masih dipermasalahkan otentitasnya, namun yang pasti menurut at-Thabari, ayat ini ditujukan kepada orang munafik. Hal ini dapat dipahami dengan melihat ayat setelahnya. At-Thabari menuliskan:

غير أنه لا شك أن الآية نزلت في منافق كان يوالي يهود أو نصارى، خوفا على نفسه من دوائر الدهر، لأن الآية التى بعد هذه تدل على ذلك. وذلك قوله: "فترى الذين في قولبهم مرض يسارعون فيهم يقولون نخشى أن تصيبنا دائرة:

“Tidak diragukan lagi bahwa ayat ini diturunkan dalam konteks orang munafik, yaitu mereka yang berkoalisi dengan Yahudi dan Nasrani karena takut ditimpa musibah dan kesusahan. Kesimpulan ini didasarkan pada ayat setelahnya, ‘Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, ‘Kami takut akan mendapatkan bencana’ (QS: al-Maidah ayat 52).”

Pada bagian akhir penafsiran surat ini, at-Thabari menjelaskan:

أن الله لا يوفق من وضع الولاية في غير موضعها فوالي اليهود والنصاري-مع عداوتهم الله ورسوله والمؤمنين- على المؤمنين، وكان لهم ظهيرا ونصيرا، لأن من تولاهم فهو لله ولرسوله حرب

“Sesungguhnya Allah tidak memberkati orang yang berkoalisi (minta tolong) kepada orang yang tidak tepat. Seperti menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai sekutu dan penolong. Padahal mereka memusuhi Allah, Rasul, dan orang mukmin. Siapapun yang berkoalisi dengan mereka berati ia memerangi Allah, Rasul, dan orang mukmin.”

Dari pemaparan di atas dapat dipahami bahwa ayat ini berkaitan dengan orang munafik. Mereka hanya memanfaatkan Islam hanya untuk kepentingan sesaat. Giliran umat Islam lemah, mereka takut dihancurkan oleh orang kafir dan akhirnya berpihak ada orang kafir yang memerangi umat Islam. Sebagian riwayat menyebut, mereka tidak sekedar berpihak, tetapi juga mengikuti agama mereka.

Dengan demikian, dalam konteks ini dilarang keras menjadikan orang kafir sebagai teman dekat, pelindung, ataupun penolong, karena hal itu dapat menyakiti perasaan orang Islam, bahkan menghancurkan orang Islam secara bertahap. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)


Asbabul Nuzul Al-Maidah 51 Menurut Al-Baghawi

Memahami konteks turun ayat, atau lazim disebut asbabul nuzul, penting untuk memahami keutuhan makna ayat. Apalagi sebagian ayat diturunkan pada konteks tertentu dan spesifik, sekalipun kandungannya bersifat global, universal, dan tidak hanya diperuntukkan pada masa itu saja.

Terkait Surah Al-Maidah 51, penulis kitab Ma’alimul Tanzil fi Tafsiril Qur’an, Al-Baghawi (wafat 510 H), menyebutkan beberapa riwayat yang berkaitan dengan penyebab turun ayat ini. Riwayat pertama mengisahkan bahwa ayat ini diturunkan pada saat ‘Ubadah bin Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul tengah bertengkar. Mereka berdebat terkait siapa yang pantas dijadikan tempat berlindung. Pertengkaran mereka itu akhirnya terdengar oleh Nabi SAW. Berikut petikan kisahnya:

 نزلت في عبادة بن الصامت وعبد الله بن أبي ابن سلول، وذلك أنهما أختصما، فقال عبادة: إن لي أولياء من اليهود كثير عددهم شديدة شوكتهم، وإني أبرأ إلى الله وإلى رسوله من ولايتهم وولاية اليهود، ولا مولى لي إلا الله ورسوله، فقال عبد الله: لكني لا أبرأ من ولاية اليهود لأني أخاف الدوائر ولا بد لي منهم، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: يا أبا الحباب ما نفست به من ولاية اليهود على عبادة بن الصامت فهو لك دونه. قال: إذا أقبل، فأنزل الله تعالى بهذ الآية

Artinya, "Ayat ini diturunkan pada saat ‘Ubadah bin Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul bertengkar: ‘Ubadah berkata, ‘Saya memiliki banyak ‘awliya’ (teman/sekutu/pelindung) Yahudi, jumlah mereka banyak, dan pengaruhnya besar. Tapi saya melepaskan diri dari mereka dan mengikuti Allah SWT dan Rasul-Nya. Tiada pelindung bagi saya, kecuali Allah dan Rasul-Nya’.

Abdullah bin Ubay berkata, ‘Saya lebih memilih berlindung kepada Yahudi karena saya takut ditimpa musibah. Untuk mengindarinya saya harus bergabung dengan mereka’. Nabi SAW berkata, ‘Wahai Abul Hubab, keinginanmu tetap dalam perlindungan (kekuasaan) Yahudi adalah pilihanmu, tidak baginya’. Ia menjawab, ‘Baik, saya menerimanya’. Karenanya, turunlah ayat ini.”

Riwayat kedua, As-Suddi mengatakan, ayat ini diturunkan ketika terjadi serangan yang sangat kuat terhadap suatu kelompok pada perang Uhud. Mereka takut bila orang kafir menyiksa mereka. Berkata salah seorang Muslim, “Saya bergabung dengan orang Yahudi dan menjadikan mereka sebagai tempat berlindung, karena saya khawatir orang-orang Yahudi menyiksa saya”. Sementara seorang lagi berkata, “Saya bergabung dengan orang Nasrani dari Syam dan menjadikannya pelindung.” Maka turunlah ayat ini sebagai larangan terhadap mereka berdua. Ini kutipan redaksi Arabnya:

قال السدي: لما كانت وقعة أحد اشتدت على طائفة من الناس وتخوفوا أن يدل عليهم الكفار. فقال رجل من المسلمين: أنا ألحق بفلان اليهودي وآخذ منه أمانا إني أخاف أن يدال علينا اليهود، وقال رجل آخر: أما أنا فألحق النصراني من أهل الشام وآخذ منه أمانا، فأنزل الله تعالى هذه الآية ينهماهما

Selain dua riwayat di atas, terdapat beberapa riwayat lain yang berkaitan dengan konteks turunnya surah Al-Maidah 51. Tentu semua riwayat itu tidak mungkin disebutkan di sini semuanya. Dari dua riwayat tersebut dapat diperhatikan bahwa ayat ini turun pada saat konflik umat Islam dengan non-Muslim sedang memanas.

Dalam situasi konflik, berpihak pada kelompok musuh, pada waktu itu orang kafir, dianggap sebagai sebuah pengkhianatan dan merusak persatuan umat Islam. Bahkan orang yang bersekutu dengan musuh dinilai sudah menjadi bagian dari mereka. Karenanya, ketika ada orang yang meminta perlindungan atau berkoalisi dengan orang Yahudi dan Nasrani, ayat ini diturunkan sebagai larangan. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)

Demikian  kumpulan pendapat para Syekh berkaitan dengan Tafsir Surat al-Maidah ayat 51 yang saya kutib dari situs http://www.nu.or.id semoga dapat memberikan pencerahan menambah wawasan.

 SUMBER